Wartakontras.com, Pekanbaru- Ketua Umum LSM BIDIK RI (Badan Investigasi Demokrasi Informasi Keadilan Republik Indonesia Samsuir Satrio Tanjung meminta Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa tiga hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru yang mengkriminalisasi Aktivis Larshen Yunus dan Wartawan Rudi Yanto yang sedang menjalankan tugasnya harus dilindungi sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai Lex Spesialis yang masih berlaku.
Menurut Sam panggilan akrab Ketum LSM BIDIK RI ini, keputusan hakim Daniel Ronald, SH, M.Hum selaku Ketua Majelis dan hakim anggota Dr Salomo Ginting, Zefri Mayeldo Harahap jelas memberikan vonis bersalah terhadap Wartawan dan Aktivis tanpa adanya alat bukti dan saksi yang dapat membuktikannya, jelas putusan ketiga hakim tersebut memalukan dan menjatuhkan kredibilitasnya sebagai hakim.
“Tentunya, keputusan ketiga hakim PN Pekanbaru ini menjadikan preseden buruk bagi penegakan hukum di negeri ini. Wartawan yang wajib dilindungi sesuai UU Pers Lex Spesialis masih berlaku malah mereka ikut mengkriminalisasi,” ungkap Sam kepada wartawan, Senin (21/11/2022).
Dilanjutkannya, LSM BIDIK RI yang mengawal dan mengikuti proses hukum kriminalisasi ini dari awal jelas dasar hakim memutuskan Wartawan dan Aktivis menjatuhkan vonis bersalah hanya dari keterangan pelapor sepihak tanpa didukung alat bukti dan saksi yang dapat membuktikannya.
Menurut Sam, keputusan hakim jelas berpihak kepada pelapor, bagaimana mungkin hakim mengambil keterangan pelapor yang tidak ada melihat hadir disana dan tidak ada rekaman CCTv perusakan seperti disampaikan pelapor.
“Keterangan pelapor yang menyatakan Aktivis Larshen Yunus mendorong dengan keras sekuat tenaganya sudah jelas tidak bisa diterima bagaimana itu dijadikan hakim sebagai dasar mengambil keputusan. Karena, rekaman video CCTv yang diputar di persidangan dan video yang sudah bocor ke publik Januari lalu tidak ada terlihat Larshen Yunus mendorong pintu seperti penjelasan pelapor ketika dihadirkan sebagai saksi, yang ada mereka berdua liputan seperti disampaikan seluruh saksi yang dihadirkan seperti yang juga sudah diberitakan sejumlah media online, ” beber Sam.
“Itu artinya pelapor ASN DPRD Riau yang justru berbohong terhadap adanya perusakan yang kunci magnetik dan fingerprint dibukanya sendiri baru dilaporkan dua minggu kemudian, karena menyampaikan keterangan tanpa alat bukti yang dapat membuktikan keterangannya di bawah sumpah di sidang PN Pekanbaru. Seharusnya PN Pekanbaru menetapkan Pelapor sebagai tersangka pasal 242 KUHP memberikan keterangan palsu atau bohong di bawah sumpah di persidangan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara, ”
Lebih lanjut, Sam menjelaskan, seperti disampaikan Menkopolhukam RI praktek hukum ‘busuk’ konspirasi jahat anatara oknum pejabat, polisi, pengacara dan Jaksa bermain dalam mengatur keputusan dengan membagi uang yang diberikan oknum pejabat yang memesan kasus kriminalisasi.
“Keputusan tiga hakim PN Pekanbaru membuktikan Mafia Peradilan bermain seperti disampaikan Menkopolhukam RI Mahfud MD tersebut untuk mengatur putusan terhadap kriminalisasi Wartawan Rudi Yanto dan Aktivis Anti Korupsi Larshen,” tandas Sam.
Antara Pj Walikota Pekanbaru Muflihun dan Ketua DPRD Pekanbaru, Siapakah Dalang Kriminalisasi Wartawan dan Aktivis
Terkait dalang kriminalisasi Wartawan Rudi Yanto dan Aktivis Larsen Yunus sebenarnya sudah mencuat ke publik ketika hendak dilakukan perdamaian.
Antara Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru Muflihun atau Ketua DPRD Riau Yulisman siapakah yang menjadi dalang kriminalisasi Wartawan Rudi Yanto dan Aktivis Larshen Yunus yang sedang liputan di ruangan Badan Kehormatan (BK)DPRD Riau sampai kasus kriminalisasi berlanjut ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Pasalnya, antara Muflihun menjadi Sekwan DPRD Riau antara pimpinan tertinggi yang membawahi seluruh pegawai DPRD Riau ketika itu atau Yulisman selaku pimpinan tertinggi lembaga politik lembaga DPRD Riau sempat saling menyalahkan sebagai dalang yang mengatur kasus kriminalisasi Wartawan dan Aktivis tersebut.
Ketua KNPI Riau Larshen Yunus mengungkapkan, Muflihun yang menjabat Sekwan DPRD Riau ketika itu awalnya menyampaikan bahwa yang mengatur kasus kriminalisasinya laporan tersebut atas perintah pimpinan DPRD Riau. Akhirnya, bulan Maret 2022 sebelum damai atas permintaan Pimpinan DPRD Riau. Muflihun menyebutkan bahwa kasus kriminalisasi dilaporkan atas perintah Yulisman sehingga dibocorkannya foto mereka bertiga bersama Preman Jufri Tanjung atau yang akrab disapa JT dan apa yang disampaikan Muflihun itu disaksikan sejumlah pengurus DPD KNPI Riau.
“Jadi, ketika sudah meruncing, mereka berdua saling menyalahkan satu sama lain sebagai yang menyuruh untuk mengkriminalisasi kami, ” ungkap Aktivis Larshen Yunus, Kamis (16/11/2022) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dilanjutkannya, Yulisman Ketua DPRD Riau yang muncul ketika viral berita foto mereka bertiga yang isi beritanya Ketua DPRD Riau menjual proyek pokok pikiran (DPRD Riau. Lucunya lagi, Yulisman mengaku tidak tahu dari awal dan berjanji akan menyelesaikan perkara kriminalisasi ketika itu.
“Atas permintaan Ketua DPRD Riau Yulisman, Muflihun dan Syafruddin Poti Wakil Ketua DPRD Riau di ruangan kerjanya, maka terjadilah perdamaian anatara kami dan pelapor Ferry Sasfriadi ASN Protokoler DPRD Riau dengan saksi Yulisman Ketua DPRD Riau dan Muflihun Sekwan DPRD Riau ketika itu, ” terang Aktivis Larshen Yunus dibenarkan Wartawan Rudi Yanto.
“Yulisman dan Muflihun meminta agar proses damai tersebut agar tidak dipublikasikan dan mereka menjamin kasus nya selesai di tingkat Polresta Pekanbaru segera akan diterbitkan SP3 (Surat Perintah Perhentian Penyidikan). Namun, janji mereka tidak pernah direalisasikan, ” beber Larshen Yunus.
Antara Pj Walikota Pekanbaru Muflihun atau Ketua DPRD Riau Yulisman sampai saat ini masih menjadi tanda tanya siapa sebenarnya diantara mereka yang menjadi dalang kriminalisasi Wartawan Rudi Yanto dan Aktivis Larshen Yunus sehingga perkara yang penuh fitnah tanpa ada alat bukti dan saksi yang dapat membuktikan perkara masuk tanpa hak dan perusakan ruangan BK DPRD Riau tersebut sampai ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Apakah satu diantara Muflihun yang sekarang menjadi Pj Walikota Pekanbaru atau Yulisman Ketua DPRD Riau. Atau mereka berdua yang menjadi dalang kriminalisasi Wartawan Rudi Yanto dan Aktivis Larshen Yunus masih menjadi tanda tanya.
“Yang jelas mereka berdua saling menyalahkan ketika itu. Bahkan, dalam pertemuan perdamaian, mereka (Yulisman dan Muflihun) menyatakan laporan ASN DPRD Riau Ferry Sasfriadi itu laporan pribadi bukan atas nama lembaga, pihak DPRD Riau tidak ada merasa dirugikan oleh kami, kata mereka kalau laporan itu atas nama lembaga tentu harus ada surat kuasa untuk melaporkan kepada pihak kepolisian, ” beber Larshen Yunus.
Larshen Yunus Aktivis Anti Korupsi ini menjelaskan, replik yang disampaikan JPU Kejari Pekanbaru sama sekali bukan fakta persidangan, namun dakwaan yang diulang-ulang, dakwaan dari opini pelapor tanpa ada alat bukti dan saksi yang dapat membuktikannya.
“Oleh karena itu, saya meminta kepada Hakim yang mulia meminta Hakim yang mulia untuk memberikan putusan bebas tanpa syarat kepada Kami, karena kasus ini penuh spekulasi dan sandiwara hukum diduga pesanan oknum pejabat tanpa alat bukti dan tanpa adanya saksi yang dapat membuktikan dakwaannya,” tandas Larshen Yunus***(Tim).
Discussion about this post